Korban Pengeroyokan di Maros Menjadi Terdakwa: Tuntutan Hukuman Lebih Tinggi dari Pelaku

"Kasus Pengeroyokan Maros: Korban Jadi Terdakwa dengan Tuntutan Hukuman Lebih Tinggi daripada Pelaku. Kuasa hukum meragukan kesetaraan hukum dan menduga adanya upaya kriminalisasi. Baca cerita lengkapnya di sini."

Korban Pengeroyokan di Maros Menjadi Terdakwa: Tuntutan Hukuman Lebih Tinggi dari Pelaku

MAROS - Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Seorang korban pengeroyokan di Maros tak hanya mengalami luka, namun juga terancam dipenjara. Padahal, semua pelaku yang berjumlah lima orang sudah divonis bersalah oleh pengadilan. Korban pengeroyokan bernama Mujawwid A Marzuki, seorang pembina salah satu pesantren di Kabupaten Maros. Dia kini malah jadi terdakwa. Ironisnya, dia dituntut 8 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Maros. Lebih tinggi dari tuntutan JPU pada pelaku pengeroyokan dirinya yang hanya 4 bulan. Kelima pelaku, masing-masing Syukran, Mukhlis, Muhammad Zaid N, Ijtaba Tahir, dan Syaripunding bahkan hanya divonis 2 bulan penjara. Walau begitu, kuasa hukum Mujawwid, Ahmad Marzuki SH MH mengaku masih percaya majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara ini tidak sependapat dengan tuntutan JPU. "Kami bahkan berharap Ustaz Mujawwid dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum demi terpenuhinya rasa keadilan," ucap Ahmad, Senin, 28 Agustus 2023. Ahmad menilai tuntutan JPU terkesan didasari “tekanan” sebab pelapor dalam perkara ini kerap kali melakukan aksi demonstrasi di Kejaksaan Negeri Maros bersama anggota lembaga swadaya masyarakat yang mendampinginya. Hal lain yang dinilai Ahmad ganjil adalah adanya disparitas yang luar biasa dalam tuntutan JPU. Sebab sebelum Mujawwid dilaporkan polisi oleh Syukran, Syukran dkk lebih dahulu dilaporkan oleh Mujawwid dan Syukran dkk akhirnya diputus bersalah oleh pengadilan dengan tuntutan JPU saat itu hanya 4 bulan. "Lalu bagaimana mungkin korban pengeroyokan menjadi pelaku penganiayaan pula dan bahkan dituntut lebih tinggi dari para pelaku pengeroyokan? Ini supremasi hukum yang sungguh sangatlah aneh dan memprihatinkan yang dipertontonkan oleh aparat penegak hukum. Karena itu kami menduga kuat bahwa ini merupakan upaya kriminalisasi yang nyata dilakukan oleh penegak hukum," imbuh Ahmad. Sebagai seorang advokat yang juga dosen pada perguruan tinggi juga mengaku prihatin atas peristiwa ini sebab Syukran dahulu merupakan anak didik dari Mujawwid. "Saat ini dengan teganya melaporkan dan memenjarakan gurunya. Padahal, Syukran kini seorang pegawai negeri sipil dan berprofesi sebagai seorang guru. Semoga kelak ia tak merasakan apa yang dirasakan oleh Ustaz Mujawwid, dipenjarakan oleh anak didiknya," imbuh Ahmad. Pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan pengaduan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara di Jakarta dan Bupati Maros serta Badan Kepagawaian Daerah Kabupaten Maros dan Inspektorat Kabupaten Maros agar memberikan sanksi berat kepada Syukran (PNS) dan Mukhlis (guru PPPK) Kabupaten Maros, sebab telah dijatuhi pidana bersalah dalam kasus pengeroyokan kepada Mujawwid. Peristiwa pengeroyokan itu terjadi Senin, 5 Juli 2021. Sekelompok orang membongkar pagar belakang kawasan salah satu pesantren putri di Kelurahan Bontoa, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros. Alasannya akan membuat jalan melintas di tengah kawasan kampus putri. Para pengurus yayasan beserta guru-guru sekolah dan satpam menanyakan maksud pembuatan jalan tersebut. Sebab, hal itu tidak pernah dibahas dalam rapat yayasan ataupun rapat manajemen. Mujawwid selaku pengawas yayasan pesantren mengambil sikap dengan cara melarang orang-orang tersebut masuk kawasan. Sebab ulah sekelompok orang itu dinilai sangat mengganggu proses belajar mengajar guru dan santri. "Namun orang-orang tersebut malah terus memancing keributan dan mempersekusi Ustaz Mujawwid dengan cara menyiram air comberan ke badannya. Padahal umumnya mereka adalah mantan santri beliau. Tidak sampai di situ, Ustaz Mujawwid lalu dikeroyok oleh orang-orang itu. Pada akhirnya Ustaz Mujawwid membela diri dan pukulannya mengenai salah seorang di antara mereka," paparnya Ahmad. Kuasa hukum pun menyimpulkan, dari fakta-fakta di lapangan, posisi Ustaz Mujawwid adalah korban kekerasan dan penganiayaan yang dipersekusi. Makanya, Mujawwid melaporkan kejadian tersebut ke Polres Maros tetapi tidak ditanggapi. Manajemen sekolah pesantren itu melapor ke Polda Sulsel dan diterima. Akhirnya para pelaku persekusi dan penganiayaan tersebut divonis bersalah di pengadilan. Namun sebelum ditangkap, salah seorang di antara mereka sempat melaporkan juga Mujawwid ke Polres Maros dengan tuduhan melakukan penganiayaan. "Anehnya laporan tersebut diterima dengan nomor laporan polisi LP/135/VII/2021/SPKT/res Maros tanggal 5 Juli 2021 dan akhirnya Ustaz Mujawwid pun ditetapkan tersangka," imbuh Ahmad. (*)